Tata rias pengantin Jawa memiliki akar budaya yang kuat. Dua gaya yang paling terkenal adalah Paes Jogja Putri dan Paes Solo Putri. Keduanya berkembang dari lingkungan keraton dan menjadi simbol kecantikan serta kesakralan dalam pernikahan adat Jawa.
Pengaruh Keraton dalam Tata Rias Pengantin
Sejak zaman kerajaan Mataram Islam, tata rias pengantin telah digunakan untuk menunjukkan status sosial dan spiritual. Gaya tata rias ini tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga melambangkan nilai-nilai kehidupan.
Paes sendiri berasal dari kata “paesan” yang berarti tata rias di dahi. Bentuk paes yang digunakan memiliki makna yang dalam, mencerminkan kebijaksanaan, keanggunan, dan harapan akan kehidupan rumah tangga yang harmonis.
Awal Mula Paes Jogja Putri
Paes Jogja Putri berasal dari Keraton Yogyakarta dan bercirikan dahi berwarna hitam legam. Tata rias ini melambangkan keagungan dan keberanian seorang wanita dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Beberapa ciri khas Paes Jogja Putri antara lain:
Bentuk paes lebih runcing di bagian tengah, melambangkan kecerdasan.
Tidak menggunakan cengkorongan, sehingga hasilnya lebih natural.
Godheg lebih panjang, menunjukkan kelembutan sekaligus kewibawaan.
Awal Mula Paes Solo Putri
Di sisi lain, Paes Solo Putri berkembang di Keraton Surakarta. Gaya ini memiliki nuansa yang lebih halus dan elegan dibandingkan dengan Paes Jogja Putri.
Beberapa ciri khas Paes Solo Putri antara lain:
Menggunakan cengkorongan, yaitu pola tata rias yang dibuat sebelum paes diaplikasikan.
Bentuk paes lebih membulat, melambangkan kelembutan dan kebijaksanaan.
Godheg lebih pendek, memberikan kesan lebih anggun.
Kesimpulan
Paes Jogja Putri dan Paes Solo Putri memiliki bentuk dan filosofi yang berbeda. Keduanya tetap mempertahankan nilai-nilai sakral dan keanggunan yang diwariskan dari zaman kerajaan. Tradisi ini terus bertahan sebagai bagian penting dari pernikahan adat Jawa, yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang kaya dan mendalam.
Dengan memahami sejarah asal-usul tata rias ini, kita dapat lebih menghargai makna di balik kecantikan pengantin Jawa.